Setelah Akad Istri Tahu Ternyata Suaminya Cacat, Apakah Nikahnya Batal
Apakah ada hak khiyar aib dalam akad nikah? Misalnya, istri menjumpai di badan suaminya penuh dengan kudis. Dan ini tidak pernah diceritakan sebelum akad, apakah boleh membatalkan akad nikah?
Jawab:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Ulama berbeda pendapat terkait keberadaan aib pada salah satu pasangan, suami atau istri yang tidak diketahui sebelumnya. Apakah setelah tahu, pihak yang normal memiliki hak untuk fasakh (membatalkan akad nikah)?.
Pendapat pertama, jika salah satu pasangan menjumpai adanya aib pada pasangannya yang lain, misal istri menjumpai ada aib pada suaminya – dengan batas tertentu – maka boleh dilakukan fasakh nikah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
Pendapat kedua, tidak ada hak fasakh baginya untuk melakukan fasakh. Ini merupakan pendapat Dzahiriyah.
Alasan masing-masing pendapat cukup panjang untuk dipaparkan di sini, intinya kembali kepada masalah hak yang dijaga dalam syariat, yaitu hak khiyar.
Dalam semua akad, ada hak khiyar. Termasuk dalam akad jual beli. Jika penjual atau pembeli merasa dirugikan dengan akad yang dia lakukan, dan sebelumnya dia tidak tahu, maka pihak yang dirugikan berhak untuk membatalkan akad dengan hak khiyar yang dia miliki.
Jika ini berlaku dalam jual beli, seharusnya ini lebih berlaku dalam akad nikah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَقُّ مَا أَوْفَيْتُمْ مِنَ الشُّرُوطِ أَنْ تُوفُوا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوجَ
Kesepakatan yang paling berhak untuk kalian penuhi adalah kesepakatan dalam akad yang menghalalkan kemaluan (akad nikah). (HR. Bukhari 5151 dan Ahmad 17362).
Ibnul Qoyim mengatakan,
والقياس : أن كل عيبٍ ينفِّر الزوج الآخر منه ، ولا يحصل به مقصود النكاح من الرحمة والمودة : يوجب الخيار ، وهو أولى من البيع ، كما أن الشروط المشترطة في النكاح أولى بالوفاء من شروط البيع ، وما ألزم الله ورسوله مغروراً قط ، ولا مغبونا بما غُرَّ به ، وغبن به
Analoginya, bahwa semua aib yang menyebabkan salah satu pasangan menjadi benci kepada yang lain, sehingga tidak terwujud tujuan nikah, yaitu rasa kasih sayang dan kecintaan, maka ini mengharuskan adanya hak khiyar (memilih untuk melanjutkan atau membatalkan akad). Dan hak khiyar dalam masalah ini lebih dihargai dibandingkan hak khiyar dalam jual beli. Sebagaimana pengajuan syarat dalam nikah lebih dihargai dibandingkan pengajuan syarat dalam jual beli. Allah dan Rasul-Nya tidak pernah mewajibkan untuk bertahan dalam kondisi tertipu. (Zadul Ma’ad, 5/163).
Namun jika setelah istri menjumpai aib itu dan dia ridha, maka tidak berhak untuk mengajukan fasakh.
Ibnu Qudamah menjelaskan,
ومِن شَرْط ثبوت الخيار بهذه العيوب أن لا يكون عالماً بها وقت العقد ، ولا يرضى بها بعده ، فإن علِم بها في العقد أو بعده فرضي : فلا خيار له ، لا نعلم فيه خلافاً ؛ لأنه رضي به ، فأشبه مشتري المعيب
Bagian dari syarat adanya hak khiyar aib ini adalah dia belum mengetahui aib itu ketika akad dan setelah akad dia tidak rela. Jika sudah diketahui ketika akad atau dia rela setelah akad, maka tidak ada hak khiyar baginya. Kami tidak mengetahui adanya khilaf dalam masalah ini, karena dia telah ridha. Sebagaimana orang yang membeli barang yang ada aibnya. (al-Mughni, 7/579).
Demikian, Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/33351-hak-khiyar-dalam-pernikahan.html